A.Sejarah Kota Biak
aPeriode Tahun 1526 -1616
Pada tahun 1526, gubernur Portugis untuk Ternate Jorge de Menezes
berangkat dari Malaka menuju Ternate. Disebabkan badai, kapalnya terdampar di
Warsa Biak Utara. Selama 6 bulan ia tinggal di sana dari Desember 2526 – Mei
1527 menunggu cuaca yang baik dan di bulan Mei 1527 ia berangkat meninggalkan
Biak serta tiba di Ternate 31 Mei 1527
b.Periode Tahun 1616-1919
Jacob Le Maire dan Willem Corneliz Schoten yang berlayar melewati
kepulauan Biak Numfor sehingga untuk pertama kalinya disebut Schouten
Eilanden. Pada tanggal 26 April 1908 pendeta F.J.F Fan Hasselt membuka pos
Zending pertama di Maudori dengan menempatkan guru Petrus Kafiar putra asli
Maudori yang menjadi guru Injil pertama di Irian Jaya. Petrus Kafiar adalah
lulusan dari Depok Jawa Barat.
PusaT Pemerintah pertama di Anggraidi (Paray), kemudian digunakan usaha dagang
Belanda (VOC) kerja sama dengan pedagang Cina sebagai tempat pelabuhan kapal
dagang VOC.
c.Periode Tahun 1919-1945
Kedudukan Anggraidi (Paray) sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan
dipindahkan ke Bosnik sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan yang baru.
Selanjutnya Bosnik merupakan Ibukota Pertama Daerah Biak Numfor hingga 1945.
Pada bulan April 1942 pecah Perang Dunia II yang juga melanda Irian Jaya
termasuk Biak. Sebagai puncaknya, 22 April 1944, tentara sekutu merebut
kembali Hollandia (Jayapura) dibawah pimpinan Jenderal Douglas Mc Arthur dan mendarat
di Biak pada tanggal 27 Mei 1944.
d.Periode Tahun 1945 – 1962
Dengan kemenangan Sekutu (1944-1945) kekuatan pada waktu itu berada di
tangan NICA (Netherlandsch Indies Civil Administration). Setelah kekuasaan
sekutu berakhir, daerah ini diserahkan kembali kepada Pemerintah Hinda
Belanda.
Mengingat letak Ibukota Pemerintahan di Bosnik kurang strategis, baik
dilihat dari segi pengembangan kota maupun perluasan kota itu sendiri,
disamping fasilitas yang tersedia pada waktu itu tidak memadai bila dibandingkan
dengan fasilitas yang ditinggalkan
oleh tentara sekutu di NICAkamp (Yendidori). Berdasarkan pertimbangan
tersebut, maka pada tahun 1946, Ibuka dipindahkan dari Bosnik ke Nicakamp.
Tahun 1953 Ibukota pemerintahan yang berkedudukan di Nicakamp dipindahkan ke
Biak sebagai Ibukota Order Afdeling Schouten Eilanden
e.Periode Tahun 1963- Sekarang
Berdasarkan resolusi yang diterima oleh PBB pihak Belanda menyerahkan
Irian Barat (Netherland New Guinea) pada UNTEA (United Nation Temporary
Executive Authority) pada tanggal 1 Oktober 1962. Selanjutnya UNTEA
menyerahkan Pemerintahan kepada Indonesia. Pada tanggal 1 Mei 1963 jam 12.30
WIT, diadakan upacara penyerahan Irian Barat dari UNTEA kepada Pemerintah RI
di depan kantor Order Afdeling
Schouten Eilenden yang ditandai dengan pengibaran Bendera Merah Putih . Pada
saat yang sama, penggantian peredaran uang Golden dengan Rupiah Irian Jaya
Barat (IBRP) dengan dibukanya peti uang IBRP oleh Lukas Rumkorem.
Tonggak sejarah lain dalam peristiwa penyerahan kedaulatan ini adalah
Penanaman Pohon Beringin di depan kantor Order Afdeling Schouten Eilenden
tepatnya di lapangan Mandala Biak oleh HPB (Hoofd Plaatselijk Bestuur) /
Kepala Pemerintahan setempat, Arnold Mampioper. Ia putra Indonesia kelahiran Biak HPB
pertama disaata kedaulatan dari UNTEA ke Republik Indonesia yang pada waktu itu juga menjabat Ketua
Dewan Daerah Biak.
Bekas Kantor Order AfdelingSchouten Elanden sekarang ini ditempati oleh
Kantor-Kantor KPU, Dinas Pariwisata,
Dinas Pertanian dan Pangan dan Dinas Perkebunan.
Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan UU No. 12 Tahun 1969, maka
sampai dengan Tahun 1984, Kabupaten Biak Numfor bernama Kabupaten Teluk
Cenderawasih sebagai salah satu Kabupaten DATI II yang pada waktu itu masih
membawahi Daerah Yapen Waropen dan sebagian Daerah Paniai.
Sebutan Kabupaten Teluk Cenderawaih pada tahu 1984 dubah dengan sebutan
Kabupaten Biak Numfor berdasarkan SK Bupati Kepala DATI II Nomor : 61
SK/VII?1984 tanggal 26 Juli 1984.
Adapun pejabat yang memimpin Pemerntah di Kab upaten DATI II Biak Numfor
sejak Tahun 1963 sampai sekarang adalah sebagai berikut :
1. Sukarwadi P.S (1963-1968)
2. Drs. Sjarifuddin Harahap
(1968-1974)
3. Letkol Hendrik Wiradinata (1973-1978)
4. Letkol Wasnoadi (1978-1983)
5. Adam Manggara (1983-1988)
6. Drs. Dorus Rumbiak (1998-1993)
7. Kol. Pol. Amandus Mansnembra (1993-1998)
8. Obet Abed Sroyer (1998-2003)
9. Jusuf Maryen (
2003- Sekarang)
|